PENATALAKSANAAN UNTUK ANAK DENGAN CLUBFOOT ATAU KAKI PENGKOR DENGAN METODE NON OPERATIVE PONSETI

PENATALAKSANAAN UNTUK ANAK DENGAN CLUBFOOT ATAU KAKI PENGKOR DENGAN METODE NON OPERATIVE PONSETI

ALI MUSTHOFA, S.Kep., Ners

Dosen Ilmu Keperawatan Anak STIKes Dhrma Husada Bandung

Mahasiswa Magister Keperawatan Anak STIKes A Yani

 

Picture 1 150x150 PENATALAKSANAAN UNTUK ANAK DENGAN CLUBFOOT ATAU KAKI PENGKOR DENGAN METODE NON OPERATIVE PONSETI STIKesCTEV (Congenital Talipes Equinovarus) atau deformitas clubfoot adalah kelainan bentuk kompleks pada kaki bayi baru lahir yang secara umum dalam keadaan sehat. Kelainan pada CTEV diakibatkan karena hubungan yang abnormal antara tulang-tulang kaki. Pada CTEV ukuran tulang talus lebih kecil dari ukuran kaki normal. Selain itu terjadi posisi abnormal tulang calcaneus, bagian anterior tulang calcaneus mengalami inversi dan adduksi, sedangkan bagian posteriornya displaced ke arah proksimal, sehingga calcaneus dalam posisi equinus, adduktus dan inversi.  Abnormalitas yang lain adalah otot dan tendon otot-otot betis bagian belakang memendek dan atrophy, ligamen dari kelompok otot betis bagian belakang dan dalam dari pergelangan kaki sangat tebal, kencang dan memendek, menahan kaki dalam posisi jinjit. Pemendekan ini bertanggung jawab atas terjadinya kelainan bentuk kaki pada CTEV.

Jika CTEV pada bayi tidak dikoreksi atau terkoreksi dengan tidak lengkap maka bayi akan tumbuh menjadi anak dengan kaki cacat dan bisa berlanjut hingga dewasa. Penderita CTEV memiliki pola jalan abnormal, penderita berjalan dengan kaki bagian luar mata kaki, sehingga kaki di bagian ini menerima tekanan berlebihan karena dipakai sebagai penyangga beban tubuh, dimana ditandai dengan adanya callosity (ngapal).

TEV dapat terjadi secara independen atau sebagai temuan terisolasi (ITEV) atau sebagai bagian dari sindrom genetik dan sebagai salah satu masalah di antara kelainan lainnya. Efek dari ITEV pada bayi terbatas pada tungkai bawah; masalah ini tidak melibatkan sistem tubuh lain atau kemampuan mental yang terkena bayi (Miedzybrodzka 2003). Ketika TEV yang terjadi sebagai bagian dari sindrom atau dengan lainnya kelainan (seperti cacat system saraf, yaitu spina bifida) pengobatan mungkin lebih menantang dan bayi mungkin memiliki masalah sistemik lain yang tidak terkait dengan TEV (Cummings 2002).

Frekuensi clubfoot dari populasi umum adalah 1 : 700 sampai 1 : 1000 kelahiran hidup dimana anak laki-laki dua kali lebih sering daripada perempuan. Insidensinya berkisar dari 0,39 per 1000 populasi Cina sampai 6,8 per 1000 diantara orang.  Berdasarkan data, 35% terjadi pada kembar monozigot dan hanya 3% pada kembar dizigot. Ini menunjukkan adanya peranan faktor genetika Kecenderungan sekuler untuk ITEV tetap konsisten di seluruh berbagai periode perekaman (Carey 2005 Moorthi 2005) . Prevalensi kelahiran untuk cacat ini berkisar 0,39-6,8 per 1000 kelahiran ( tergantung pada ras / etnis dan / atau latar belakang genetik) ; prevalensi untuk populasi AS adalah sekitar 0,74 per 1000 kelahiran , termasuk insiden TEV yang merupakan bagian dari sindrom atau berhubungan dengan cacat lainnya .

Dari semua studi populasi didapatkan kejadian CTEV pada laki-laki lebih banyak 2 kali lipat dibanding wanita. Studi epidemiologi yang pernah dilakukan pada 468 bayi dengan CTEV, 71,36% berjenis kelamin laki-laki, sedang sisanya perempuan. Belum diketahui secara pasti penyebab perbedaan kejadian CTEV berdasarkan jenis kelamin. ( Byron Scott – 2005 , Carey 2005 Moorthi 2005 Lochmiller 1998) . hubungan antara paritas dan TEV jelas (Moorthi 2005 ) , seperti hubungan antara ITEV dan sungsang presentasi saat lahir ( Lochmiller 1998 ) . Anak sulung juga lebih mungkin untuk memiliki TEV dari anak-anak dari kehamilan berikutnya (Moorthi 2005) .

Picture 2 150x150 PENATALAKSANAAN UNTUK ANAK DENGAN CLUBFOOT ATAU KAKI PENGKOR DENGAN METODE NON OPERATIVE PONSETI STIKesAda dua metode penatalaksanaan untuk CTEV yaitu metode non perative dan metode operative, Salah satu metode non operative yang populer di gunakan adalah dengan metode ponseti dimana metode ini dikembangkan oleh dr. Ignacio Ponseti dari Universitas Iowa. Metode ini dikembangkan dari penelitian kadaver dan observasi klinik yang dilakukan oleh dr. Ponseti, langkah-langkah yang harus diambil adalah sebagai berikut : 1. Deformitas utama yang terjadi pada kasus CTEV adalah adanya rotasi tulang kalkaneus ke arah intenal (adduksi) dan fleksi plantar pedis. Kaki berada dalam posisi adduksi dan plantar pedis mengalami fleksi pada sendi subtalar. Tujuan pertama adalah membuat kaki dalam posisi abduksi dan dorsofleksi. Untuk mendapatkan koreksi kaki yang optimal pada kasus CTEV, maka tulang kalkaneus harus bisa dengan bebas dirotasikan kebawah talus. 2.Cavus kaki akan meningkat  bila forefoot berada dalam posisi pronasi. Apabila ditemukan adany cavus, maka langkah pertama dalam koreksi kaki adalah dengan cara mengangkat metatarsal pertama dengan lembut, untuk mengoreksi cavusnya. Setelah cavus terkoreksi, maka forefoot dapat diposisikan abduksi seperti yang tertulis dalam langkah pertama. 3.Saat kaki diletakkan dalam posisi pronasi, hal tersebut dapat menyebabkan tulang kalkaneus berada di bawah talus. Apabila hal ini terjadi, maka tulang kalkaneus tidak dapat berotasi dan menetap pada posisi varus. 4.Manipulasi dikerjakan di ruang khusus setelah bayi disusui. Setelah kaki dimanipulasi, maka langkah selanjutnya adalah  memasang long leg cast untuk mempertahankan koreksi yang telah dilakukan. Gips harus dipasang dengan bantalan seminimal mungkin, tetapi tetap adekuat. Langkah selanjutnya adalah menyemprotkan benzoin tingtur ke kaki untuk melekatkan kaki dengan bantalan gips. Dr. Ponsetti lebih memilih untuk memasang bantalan tambahan sepanjang batas medial dan lateral kaki, agar aman saat melepaskan gips menggunakan gunting gips. Gips yang dipasang tidak boleh sampai menekan ibu jari kaki atau mengobliterasi arcus transversalis. Posisi lutut berada pada sudut 90° selama pemasangan gips panjang. Orang tua bayi dapat merendam gips ini selama 30-45 menit sebelum dilepas. Dr. Ponsetti memilih melepaskan gips dengan cara menggunakan gergaji yang berosilasi (berputar). Gips ini dibelah menjadi dua dan dilepas, kemudian disatukan kembali. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perkembangan abduksi forefoot, selanjutnya hal ini dapat digunakan untuk mengetahui dorsofleksi serta megetahui koreksi yang telah dicapai oleh kaki ekuinus. Secara umum metode ponseti ini dibutuhkan 4-6 kali pemasangan gips untuk mendapatkan abduksi kaki yang maksimum. Gips tersebut diganti tiap minggu. Koreksi yang dilakukan (usaha untuk membuat kaki dalam posisi abduksi) dapat dianggap adekuat bila aksis paha dan kaki sebesar 60°. Setelah dapat dicapai abduksi kaki maksimal, kebanyakan kasus membutukan dilakukannya tenotomi perkutaneus pada tendon Achilles. Hal ini dilakukan dalam keadaan aspetis. Daerah lokal dianestesi dengan kombinasi antara lignokain topikal dan infiltrasi lokal minimal menggunakan lidokain. Tenotomi dilakukan dengan cara membuat irisan menggunakan pisau Beaver (ujung bulat). Luka post operasi kemudian ditutup dengan jahitan tunggal menggunakan benang yang dapat diabsorbsi. Pemasangan gips terakhir dilakukan dengan kaki yang berada pada posisi dorsofleksi maksimum, kemudian gips dipertahankan hingga 2-3 minggu. 5.Langkah selanjutnya setelah pemasangan gips adalah pemakaian sepatu yang dipasangkan pada lempengan Dennis Brown. Kaki yang bermasalah diposisikan abduksi (rotasi ekstrim) hingga 70°.  with the unaffected foot set at 45° of abduction. Sepatu ini juga memiliki bantalan di tumit untuk mencegah kaki terselip dari sepatu. Sepatu ini digunakan 23 jam sehari selama 3 bulan, kemudian dipakai saat tidur siang dan malam selama 3 tahun

DAFTAR PUSTAKA

Colburn M. et all. Evaluation of Treatment Of Idiopathic Clubfoot by Using the Ponseti method, Journal Foot and Ankle Surgery,vol 42,No 5. Mahboob G. Management of Idiopathic CTEV at Jinnah Postgraduate Medical Center,Karachi. Pakistan Jurnal of surgery, 2004,vol 10 No 3.

Matthew B Dobbs.et all. Treatment of Idiopathic Clubfoot An Historical Review. Iowa Orthop J. 2000; 20, The Iowa Orthopaedic Journal.

Soule, R. E. 2008. Treatment of Congenital Talipes Equinovarus in Infancy and Early Chlidhood. www.jbjs.com. (18 Mei 2015).

Richard, Stephens, et all. A comparation of two nonoperative methode of idiopathic clubfoot correction : the ponesti method and the french functional (physiotherapy) methode. 2008. The journal of bone and joint surgery. Dallas texas www.jbjs.com. (18 mei 2015)

Murphy K.MD, Musculoskeletal Condition and trauma in Children,Molnar Pediatric Rehabilitattion 3rd ed,Henley Bulfus,Philadelphia.p:74-78

Guoqing Liu. Et all. Variation in WNT7A, Research article , BMC Medical Genetics2008,9:50OAvailable from URL: http://www.biomedcentral.com

Tonetta P.,Foot and Ankle, Orthopedic Surgery Essential, Lipincott William and Wilkins, Philadelphia ,2004

PENATALAKSANAAN UNTUK ANAK DENGAN CLUBFOOT ATAU KAKI PENGKOR DENGAN METODE NON OPERATIVE PONSETI ALI MUSTHOFA, S.Kep., Ners Dosen Ilmu Keperawatan Anak STIKes Dhrma Husada Bandung Mahasiswa Magister Keperawatan Anak STIKes A Yani   CTEV (Congenital Talipes Equinovarus) atau deformitas clubfoot adalah kelainan bentuk kompleks pada kaki bayi baru lahir yang secara umum dalam keadaan sehat. […]
  1. Suhaila Aro'fah

    maksih pak Ali infonya sangat bermanfaat….semoga dapat menjadi referensi untuk masyarakat khususnya orang tua penderita anak dengan clubfoot….😊

Leave a Reply